Kamis, 19 November 2015

Manusia dan Musik

1. Musik Dan Peradaban Manusia
Musik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia baik dalam aktifitas  sakral maupun profan, ia memiliki daya magis yang mampu menghipnotis, oleh karenanya musik memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah manusia. Sebagai produk kebudayaan, musik tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena musik adalah presentasi gagasan manusia sebagai individu maupun masyarakat. Ia adalah ungkapan rasa, ekspresi dan indikator eksistensi manusia.
Musik diciptakan bukan hanya untuk dinikmati keindahannya saja, melainkan juga dijadikan sarana mengungkapkan rasa kekaguman manusia pada Sang Pencipta Alam, Yang Maha Tinggi. Ia menjadi ibadah, ritual keagamaan dalam konteks kepercayaan masa lalu. Dalam peribadatan kuno, musik sangat urgen, ia jembatan yang mampu mengerakkan manusia yang lainnya menjadi satu-rasa, oleh karenanya dikatakan mampu membangun daya magis. Hal itu dapat kita rasakan bahkan hingga masa sekarang, puji-pujian, doa-doa diucapkan dengan merdu bukan semata-mata untuk keindahan saja, melainkan membangun kekhusyukan ibadah. Telah banyak kita lihat di berbagai umat beragama dalam peribadatannya, di dalamnya kita temukan banyak unsur musik, murrậtal, azan, qira’at, pembacaan mantera, hymne dan Sebagainya.
Musik semakin terus berkembang layaknya kehidupan manusia, tidak hanya di tataran ritual sakral, musik menjadi dirinya sendiri dalam tataran disiplin ilmu dan kesenian dan menjadi pembahasan khusus sejak era Pythagoras. Sebagai karya, manifestasi  perasaan manusia terhadap apa yang dihadapi dalam kehidupannya. Pada wilayah kesenian serius  (terdapat dua kategori idealisme dalam kesenian) bahwa karya seni, termasuk musik, adalah kritik bagi kehidupan, ia juga potret dari kehidupan, ada yang bersifat temporal, terikat oleh waktu dan tempat tertentu saja seperti halnya musik pop, ada juga yang abadi sebagaimana tercermin dalam kesenian tradisional bangsa-bangsa di dunia, di dalamnya tersimpan nilai-nilai estetika dan etika yang selanjutnya kita kenal dengan istilah local wisdom atau “kearifan lokal” yang universal dan menjadi dasar atas gagasan serta perilaku suatu bangsa. Ia mampu merasuki jiwa dan membangkitkan perasaan hingga mempersatukan bangsa-bangsa, ia memiliki sifat universal, bahasa musik adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh semua suku bangsa, ia juga mampu menjembatani manusia secara lahir dan batin, dari segi ekonomi dan mata pencaharian ia juga produk peradaban yang bisa diperjualbelikan dalam rangka mensejahterakan manusia melalui jalan industri seperti pada masa sekarang. Tetapi ia  juga mampu menjadi perusak, yaitu ketika musik semata-mata hanya menjadi barang komoditi yang kurang berisi, ketika orang tidak lagi memasukkan nilai kitik, seruan dan semangat perbaikan, hanya untuk mendulang uang, maka ia akan menjadi senjata yang membunuh manusia karena semakin terjauhkan dari nuraninya, dari nilai-nilai, beralih pada pencapaian materi semata.
Musik adalah obyek, ia bisa dijadikan apa saja tergantung bagaimana manusia memperlakukannya. Sebagaimana karya-karya seni lainnya, juga produk-produk kebudayaan lainnya, tidak hanya seni. Bahwa seringkali manusia menjalankan hidupnya terfokus pada satu cita-cita saja, kekayaan materi saja, meninggalkan hati-nuraninya dengan pola pikir dan perilaku yang luhur, sarat dengan nilai-nilai keberbudayaan maupun beragama, dan bukan hanya dalam pembicaraan saja, dalam gagasan saja. Nilai-nilai itu harus diejawantahkan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk para pemimpin masyarakat.
Pembicaraan tentang seni bukanlah semata-mata sekedar membicarakan hiburan, atau tentang ilmu seni itu sendiri, melainkan kita harus memandangnya sebagai satu kesatuan kehidupan manusia, kehidupan yang didasari nilai-nilai, yang membuahkan gagasan dan tercermin dalam perilaku. Gambaran seperti apa gagasan dan laku manusia itu dapat mencerminkan nilai dan kualitas manusia itu dalam suatu bangsa, sebagai indikator identitas bangsa, apakah terlepas dari koridor etika serta nilai-nilai kemanusiwiannya atau tidak. Memang berat jika kita memandang bahwa kegiatan “berkarya seni” jadi terbebani oleh nilai-nilai kehidupan, ini dikarenakan karya seni adalah manifestasi kehidupan itu sendiri, dan karya seni yang seperti inilah karya yang orisinal, asli dan tidak terlepas dari kehidupan,  sementara itu, kualitas hidup manusia juga dapat dinilai berdasarkan sejauh mana peranannya dalam masyarakat.
Sudah saatnya untuk memulai ke arah sana, karena selama ini, baik kebijakan politik maupun  ekonomi yang seharusnya membawa kesejahteraan rakyat, justeru semakin menjauhi rakyat, kesenjangan semakin lebar. Sudah saatnya kembali pada hati nurani. Maka melalui buku ini, bukan hanya misteri pelog dan slendro saja yang akan terungkap, baik dari segi sejarah, mitos, maupun ilmiah. Akan tetapi hendaknya kita juga bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang melatar-belakanginya, memahami peradaban dan kebudayaan yang melandasi semua produk-produknya, dan dengan demikian semoga kita mampu membuka mata dan menyadari akan “siapa kita”, semoga dengan terungkapnya misteri ini tidak membuat kita berbesar kepala pula, karena kebesaran yang kita punya merupakan tanggung jawab besar pula.
Mengungkap rahasia pelog dan slendro tidak lain berarti mengungkap rahasia musik tradisional. Musik tradisional Indonesia yang “eksotik”, fenomenal dan historik adalah gamelan. Perbincangan mengenai gamelan berikut sejarahnya, baik oleh orang Indonesia sendiri maupun dari mancanegara, selalu dimulai dari pulau Jawa dan Bali. Pengaruh gamelan sangat kuat bagi musik-musik tradisional di seluruh Nusantara. Secara khusus, pelacakan asal-usul gamelan justeru membawa kita menyusuri pulau Jawa, dan menariknya kita dituntun ke arah barat pulau Jawa, yaitu Banten.
Persoalan mengapa pelog dan slendro mesti membicarakan gamelan juga, hal ini karena pelog dan slendro adalah tangga nada yang digunakan dalam  gamelan. Di Jawa Barat gamelan sering dikaitkan dengan sebutan “gamelan degung”, dan ada juga yang menyebutnya “gamelan gending”, pada prinsipnya sama saja yaitu gamelan. Perbedaan keduanya berdasarkan pemakaian di masyarakat suku bangsa yang berbeda, tidak ada perbedaan secara prinsipil, namun sebagai pedoman, gamelan Jawa dimainkan dengan tempo lambat, gamelan Sunda dimainkan dengan cepat, sedangkan Bali dimainkan lebih cepat lagi serta penggunaan dinamika –keras dan lunaknya nada dibunyikan- yang tajam.
Menurut catatan-catatan moderen, pada awal keberadaannya, gamelan hanya digunakan di keraton-keraton/istana kerajaan, permainan gamelan merupakan manifestasi atas kekaguman dan rasa terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, bunyinya merupakan misteri, yang mampu membangkitkan rasa “agung”, “syahdu”. Pada perkembangannya kemudian gamelan menjadi sarana hiburan, misalnya pada penyelenggaraan pesta panen, pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Perubahan ini ditandai dengan adanya perpindahan tangan kepemilikan gamelan dari para bangsawan kepada masyarakat biasa. Ini terjadi pada era kolonial, seiring dihapuskannya kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan, dimana pada istana-istana yang memiliki gamelan, berpindah tangan pula. Sejak saat itu pulalah dua kebudayaan Timur dan Barat bersentuhan, orang timur mengenal biola, dan orang Barat mengenal gamelan.
Kemajuan peradaban manusia dipicu oleh munculnya gagasan-gagasan, gagasan tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman yang biasanya muncul dari alam bawah sadar, dan mengingat-ingatnya berarti mengingat pengalaman nenek moyangnya, demikian menurut Carl Jung. Artinya, peradaban manusia berawal dari satu sumber, dan dengan demikian, ada satu titik temu antara pembahasan asal-usul musik terkait dengan asal-usul manusia oleh karena keduanya muncul hampir bersamaan. Cabang-cabang keturunan manusia pertama itu mewariskan sifat-sifat nenek moyangnya, serta menemukan metode-metode inovatif dari cara-cara sebelumnya. Demikian pula dalam seni musik, di berbagai bangsa telah mengenal tangga nada pentatonik, baik pola slendro maupun  pelog, serta terdokumentasikan dalam bentuk alat musik yang berbeda-beda pula sesuai dengan kondisi dan kekayaan alamnya masing-masing. Di Afrika terkenal dengan Balafon, Marimba, kalimba, dan sebagainya, dan di Yunani pada era pra Aristoxenus dan Pythagoras dikenal tangga nada anhemitonik sebagai tangga nada tradisional mereka, dibuktikan pada alat musik lyra. Pada era Pythagoras,  anhemitonik berkembang menjadi diatonis berdasarkan teoritetrachord 1 dan tetrachord 2 (Ammer, 2004:146).
Kemudian di era 1900an hingga sekarang, musik telah menjadi industri yang menggiurkan, banyak bermunculan grup-grup musik baik berupa band maupun grup vokalis, orkestra, lembaga-lembaga pendidikan musik, dan tentu saja perusahaan rekaman. Tidak hanya itu, musik menjadi sarana terapi, pendidikan, dan stimulan bagi pertumbuhan otak janin. Aristoteles menyatakan bahwa “musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism”.
 2.      Pengertian Musik
Jika kita memandang musik sebagai ilmu, maka kita patut mempertanyakan apakah musik itu? Istilah musik jika diambil dari bahasa Yunani adalah “Mousiké”, kemudian ditransformasikan melalui bahasa Latin menjadi “Musica”. Istilah ini merujuk kepada “ilmu mengaransemen melodi”.
Secara teknis, musik dibangun oleh beberapa unsur. Diantaranya adalah bunyi, yaitu getaran yang dapat ditangkap oleh organ telinga manusia, yang selanjutnya disebut “nada”.
Dave Benson kemudian menyebutkan, musik itu adalah getaran udara, dan udara adalah gas yang terdiri dari atom dan molekul, penambahan dan pengurangan tekanan terhadap molekul inilah yang menyebabkan adanya perbedaan getaran (dan diinterpretasikan sebagai bunyi, pen), dalam kondisi temperatur normal, molekul udara bergerak atau bergetar dengan kecepatan 450 sampai dengan 500 meter per detik.
Lantas, apakah dengan demikian segala sesuatu yang berbunyi dapat dikatakan sebagai musik?
Untuk menjawabnya, mari kita perhatikan unsur musik lainnya, yaitu durasi (note value, time), yaitu waktu yang dihabiskan dalam membunyikan nada, atau maksudnya “seberapa lama nada itu dibunyikan”. Ada nada yang dibunyikan sebentar, bahkan kurang dari satu detik, ada yang lebih, bahkan ada yang lebih lama lagi.
Unsur lainnya adalah harmoni,  pembahasan mengenai hal ini sebenarnya berada pada tingkat polifonik, termasuk pembahasan tingkat lanjutan, yaitu mengenai memainkan lebih dari satu nada dalam waktu bersamaan. Misalnya pada piano, sementara jari jempol membunyikan “do” jari tengah membunyikan “mi”. Antara nada mi dan do dikatakan harmonis jika pasangan nada tersebut terdengar nyaman di telinga – meski hal ini bersifat relatif, tergantung tingkat apresiasi pendengar, seringkali seseorang tidak nyaman dengan harmoni tersebut, tetapi orang lain merasa nyaman.
Boleh dikatakan bahwa harmonisasi adalah kesesuaian antara nada yang satu dengan yang lainnya. Lazimnya, kesesuaian dimaksud mengacu pada serangkaian nada dalam satu “keluarga”, yaitu antara nada yang satu dengan nada yang lainnya masih berada dalam satu  tangga nada yang sama. Selanjutnya paham ini mengalami perkembangan dan aturannya semakin melebar. Baik melodi soloduettriokwartet, dan seterusnya. Kesesuaian pemasangan nada ini akan berpengaruh pada kenyamanan pendengaran, keadaan inilah yang dikatakan harmonis. Sebaliknya,  pemasangan nada yang tidak sesuai berpengaruh pada ketidaknyamanan pendengaran (dissonant). Tetapi pada akhirnya hal tersebut tergantung pada bagaimana musisi menginginkannya, toh pada perkembangan selanjutnya,  nada-nadadissonatelah digunakan juga sejak era musik klasik terutama pada komposisi-komposisi Frederick Chopin hingga pada era jazz. Pada masa ini nada-nada dissonant begitu banyak digunakan sehingga menjadi ciri khas, akhirnya pada masa kini istilahdissonant jarang digunakan.
Dari sini penulis berpendapat bahwa pembicaraan musik harus dimulai dari tataran teknis, penulis memandang bahwa secara teknis, unsur utama dalam dunia musik adalah nada. Telah dikatakan bahwa nada adalah bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh getaran suatu benda, resonansi yang dihasilkan menimbulkan efek suasana pada hati seperti dikatakan Aristoteles.
Seorang musisi, secara teknis akan memahami perihal tangga nada beserta intervalnya. Musisi yang sudah terkenal sekalipun, akan mengacu pada aturan ini. Oleh karena itu, nada perlu dibicarakan sebagai peletak dasar pembahasan ini, meskipun agak masuk ke dalam tataran teknis, penulis akan berusaha menyampaikannya secara sederhana dan tuntas.
Selanjutnya, penulis akan membahas di seputar musik pentatonis, yang berarti akan berbicara  dua hal, yaitu pentatonis dengan pola pelog dan pentatonis dengan polaslendro. Juga akan membicarakan alat-alat musik yang menggunakan tangga nada pentatonis, selndro maupun pelog terkait penggunaannya di masyarakat. Tentu saja akan membahas pula tentang jenis-jenis kesenian yang berada di wilayah Banten serta keterkaitannya dengan alat musik dan tangga nada yang mereka gunakan.
Pembahasan sejarah musik pentatonis, baik dari segi nada, maupun alat musiknya, keterkaitan peradaban manusia dengan musik yang diproduksinya, telah banyak dibicarakan. Secara umum dinyatakan bahwa kemunculan musik bersamaan dengan kemunculan makhluk yang bernama manusia. Hal ini tentu akan berbicara juga di seputar timbul-tenggelamnya suatu peradaban, berdasarkan literatur, bukti-bukti sejarah baik dalam karya sastra lisan, tekstual, maupun artefak.
Dari sini, penulis mencoba membuka wacana baru, bahwa keterkaitan sejarah musik pentatonik dengan sejarah peradaban manusia sangat erat, sehingga bisa diasumsikan bahwa musik penatonik berasal dari suatu tempat yang terpusat, lalu menyebar ke seluruh belahan bumi menjadi musik tradisional di negeri-negeri lain di dunia, yang pada akhirnya berkembang menjadi musik klasik, dan menjadi musik moderen seperti yang kita nikmati sekarang.
0

Manusia dan Sastra

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna yang diberi akal dan pikiran untuk berhubungan dengan sekitarnya. Untuk saling berinteraksi dengan sesama, manusia membutuhkan suatu alat komunikasi, yaitu bahasa.
Dengan menggunakan bahasa juga, sesama manusia bisa saling bertukar informasi. Sebagai makhluk hidup yang mempunyai akal dan pikiran, manusia dapat berfikir mana yang baik dan mana yang buruk, dan juga dapat memperkaya ilmu pengetahuan.
Di dalam sastra, manusia juga berperan penting dalam membudayakan sebuah bahasa, dan tidak hanya bahasa saja, tapi sastra lain seperti drama dan teater. Diperlukan keahlian yang khusus untuk dapat memainkan peran yang baik menggunakan bahasa yang baik pula. Sastra juga termasuk seni yang bisa dikembangkan dengan baik oleh manusia yang berkreatif. Tanpa adanya manusia, sastra pun tidak akan pernah muncul, karena sastra berakar dari kepribadian seorang manusia itu sendiri.
Seperti contohnya, teater yang menceritakan tentang sebuah kisah, maka manusia dituntut untuk dapat memainkan peran yang diperagakan agar dapat terasa apa yang dicerikan itu, padahal cerita tersebut hanya karangan atau bahkan imajinasi dari pengarang . Tapi dengan adanya manusia yang memerankan peran yang dimaksud dengan menjiwai karekternya masing-masing, kita dapat merasakan dan juga ikut masuk ke dalam cerita tersebut.
PENGERTIAN SASTRA
Ada bermacam-macam perngertian sastra namun disini saya menjelaskan beberapa pengertian dari sastra yang pernah diungkapkan oleh banyak orang :
  • Sastra adalah seni berbahasa.
  • Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
  • Sastra adalah ekspresi pikiran (pandangan, ide, perasaan, pemikiran) dalam
  • bahasa.Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
  • Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona.
  • Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakainan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
PERANAN SASTRA
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Kesimpulan :
Keterkaitan antara sastra, manusia, dan masyarakat sangat jelas, Keterkaitan semuanya terdapat di dalam segala aspek. Karena bagaimanapun juga sastra dan kehidupan sama-sama membahas dan membicarakan tentang manusia dan masyarakat. Bagi sastra, masyarakat merupakan faktor terpenting. Sedangkan Masyarakat merupakan objek vital bagi ilmu sosial. Semua hal itu saling mempengaruhi sikap masing-masing. Ketikan sastra telah mengemukakan sesuatu yang benar dalam rekaannya, sedikit banyak akan mempengaruhi sikap sosial dan ketika sosialitas terus berkembang.
Antara sastra dan Perubahan sosial masyarakat tidak ada yang paling menonjol. Dua hal tersebut saling mendukung. Sastra bisa timbul karena perubahan sosial masyarakat, bisa juga perubahan sosial yang ada akibat dari penciptaan sebuah karya sastra.

Manusia dan Musik

1. Musik Dan Peradaban Manusia
Musik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia baik dalam aktifitas  sakral maupun profan, ia memiliki daya magis yang mampu menghipnotis, oleh karenanya musik memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah manusia. Sebagai produk kebudayaan, musik tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena musik adalah presentasi gagasan manusia sebagai individu maupun masyarakat. Ia adalah ungkapan rasa, ekspresi dan indikator eksistensi manusia.
Musik diciptakan bukan hanya untuk dinikmati keindahannya saja, melainkan juga dijadikan sarana mengungkapkan rasa kekaguman manusia pada Sang Pencipta Alam, Yang Maha Tinggi. Ia menjadi ibadah, ritual keagamaan dalam konteks kepercayaan masa lalu. Dalam peribadatan kuno, musik sangat urgen, ia jembatan yang mampu mengerakkan manusia yang lainnya menjadi satu-rasa, oleh karenanya dikatakan mampu membangun daya magis. Hal itu dapat kita rasakan bahkan hingga masa sekarang, puji-pujian, doa-doa diucapkan dengan merdu bukan semata-mata untuk keindahan saja, melainkan membangun kekhusyukan ibadah. Telah banyak kita lihat di berbagai umat beragama dalam peribadatannya, di dalamnya kita temukan banyak unsur musik, murrậtal, azan, qira’at, pembacaan mantera, hymne dan Sebagainya.
Musik semakin terus berkembang layaknya kehidupan manusia, tidak hanya di tataran ritual sakral, musik menjadi dirinya sendiri dalam tataran disiplin ilmu dan kesenian dan menjadi pembahasan khusus sejak era Pythagoras. Sebagai karya, manifestasi  perasaan manusia terhadap apa yang dihadapi dalam kehidupannya. Pada wilayah kesenian serius  (terdapat dua kategori idealisme dalam kesenian) bahwa karya seni, termasuk musik, adalah kritik bagi kehidupan, ia juga potret dari kehidupan, ada yang bersifat temporal, terikat oleh waktu dan tempat tertentu saja seperti halnya musik pop, ada juga yang abadi sebagaimana tercermin dalam kesenian tradisional bangsa-bangsa di dunia, di dalamnya tersimpan nilai-nilai estetika dan etika yang selanjutnya kita kenal dengan istilah local wisdom atau “kearifan lokal” yang universal dan menjadi dasar atas gagasan serta perilaku suatu bangsa. Ia mampu merasuki jiwa dan membangkitkan perasaan hingga mempersatukan bangsa-bangsa, ia memiliki sifat universal, bahasa musik adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh semua suku bangsa, ia juga mampu menjembatani manusia secara lahir dan batin, dari segi ekonomi dan mata pencaharian ia juga produk peradaban yang bisa diperjualbelikan dalam rangka mensejahterakan manusia melalui jalan industri seperti pada masa sekarang. Tetapi ia  juga mampu menjadi perusak, yaitu ketika musik semata-mata hanya menjadi barang komoditi yang kurang berisi, ketika orang tidak lagi memasukkan nilai kitik, seruan dan semangat perbaikan, hanya untuk mendulang uang, maka ia akan menjadi senjata yang membunuh manusia karena semakin terjauhkan dari nuraninya, dari nilai-nilai, beralih pada pencapaian materi semata.
Musik adalah obyek, ia bisa dijadikan apa saja tergantung bagaimana manusia memperlakukannya. Sebagaimana karya-karya seni lainnya, juga produk-produk kebudayaan lainnya, tidak hanya seni. Bahwa seringkali manusia menjalankan hidupnya terfokus pada satu cita-cita saja, kekayaan materi saja, meninggalkan hati-nuraninya dengan pola pikir dan perilaku yang luhur, sarat dengan nilai-nilai keberbudayaan maupun beragama, dan bukan hanya dalam pembicaraan saja, dalam gagasan saja. Nilai-nilai itu harus diejawantahkan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk para pemimpin masyarakat.
Pembicaraan tentang seni bukanlah semata-mata sekedar membicarakan hiburan, atau tentang ilmu seni itu sendiri, melainkan kita harus memandangnya sebagai satu kesatuan kehidupan manusia, kehidupan yang didasari nilai-nilai, yang membuahkan gagasan dan tercermin dalam perilaku. Gambaran seperti apa gagasan dan laku manusia itu dapat mencerminkan nilai dan kualitas manusia itu dalam suatu bangsa, sebagai indikator identitas bangsa, apakah terlepas dari koridor etika serta nilai-nilai kemanusiwiannya atau tidak. Memang berat jika kita memandang bahwa kegiatan “berkarya seni” jadi terbebani oleh nilai-nilai kehidupan, ini dikarenakan karya seni adalah manifestasi kehidupan itu sendiri, dan karya seni yang seperti inilah karya yang orisinal, asli dan tidak terlepas dari kehidupan,  sementara itu, kualitas hidup manusia juga dapat dinilai berdasarkan sejauh mana peranannya dalam masyarakat.
Sudah saatnya untuk memulai ke arah sana, karena selama ini, baik kebijakan politik maupun  ekonomi yang seharusnya membawa kesejahteraan rakyat, justeru semakin menjauhi rakyat, kesenjangan semakin lebar. Sudah saatnya kembali pada hati nurani. Maka melalui buku ini, bukan hanya misteri pelog dan slendro saja yang akan terungkap, baik dari segi sejarah, mitos, maupun ilmiah. Akan tetapi hendaknya kita juga bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang melatar-belakanginya, memahami peradaban dan kebudayaan yang melandasi semua produk-produknya, dan dengan demikian semoga kita mampu membuka mata dan menyadari akan “siapa kita”, semoga dengan terungkapnya misteri ini tidak membuat kita berbesar kepala pula, karena kebesaran yang kita punya merupakan tanggung jawab besar pula.
Mengungkap rahasia pelog dan slendro tidak lain berarti mengungkap rahasia musik tradisional. Musik tradisional Indonesia yang “eksotik”, fenomenal dan historik adalah gamelan. Perbincangan mengenai gamelan berikut sejarahnya, baik oleh orang Indonesia sendiri maupun dari mancanegara, selalu dimulai dari pulau Jawa dan Bali. Pengaruh gamelan sangat kuat bagi musik-musik tradisional di seluruh Nusantara. Secara khusus, pelacakan asal-usul gamelan justeru membawa kita menyusuri pulau Jawa, dan menariknya kita dituntun ke arah barat pulau Jawa, yaitu Banten.
Persoalan mengapa pelog dan slendro mesti membicarakan gamelan juga, hal ini karena pelog dan slendro adalah tangga nada yang digunakan dalam  gamelan. Di Jawa Barat gamelan sering dikaitkan dengan sebutan “gamelan degung”, dan ada juga yang menyebutnya “gamelan gending”, pada prinsipnya sama saja yaitu gamelan. Perbedaan keduanya berdasarkan pemakaian di masyarakat suku bangsa yang berbeda, tidak ada perbedaan secara prinsipil, namun sebagai pedoman, gamelan Jawa dimainkan dengan tempo lambat, gamelan Sunda dimainkan dengan cepat, sedangkan Bali dimainkan lebih cepat lagi serta penggunaan dinamika –keras dan lunaknya nada dibunyikan- yang tajam.
Menurut catatan-catatan moderen, pada awal keberadaannya, gamelan hanya digunakan di keraton-keraton/istana kerajaan, permainan gamelan merupakan manifestasi atas kekaguman dan rasa terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, bunyinya merupakan misteri, yang mampu membangkitkan rasa “agung”, “syahdu”. Pada perkembangannya kemudian gamelan menjadi sarana hiburan, misalnya pada penyelenggaraan pesta panen, pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Perubahan ini ditandai dengan adanya perpindahan tangan kepemilikan gamelan dari para bangsawan kepada masyarakat biasa. Ini terjadi pada era kolonial, seiring dihapuskannya kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan, dimana pada istana-istana yang memiliki gamelan, berpindah tangan pula. Sejak saat itu pulalah dua kebudayaan Timur dan Barat bersentuhan, orang timur mengenal biola, dan orang Barat mengenal gamelan.
Kemajuan peradaban manusia dipicu oleh munculnya gagasan-gagasan, gagasan tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman yang biasanya muncul dari alam bawah sadar, dan mengingat-ingatnya berarti mengingat pengalaman nenek moyangnya, demikian menurut Carl Jung. Artinya, peradaban manusia berawal dari satu sumber, dan dengan demikian, ada satu titik temu antara pembahasan asal-usul musik terkait dengan asal-usul manusia oleh karena keduanya muncul hampir bersamaan. Cabang-cabang keturunan manusia pertama itu mewariskan sifat-sifat nenek moyangnya, serta menemukan metode-metode inovatif dari cara-cara sebelumnya. Demikian pula dalam seni musik, di berbagai bangsa telah mengenal tangga nada pentatonik, baik pola slendro maupun  pelog, serta terdokumentasikan dalam bentuk alat musik yang berbeda-beda pula sesuai dengan kondisi dan kekayaan alamnya masing-masing. Di Afrika terkenal dengan Balafon, Marimba, kalimba, dan sebagainya, dan di Yunani pada era pra Aristoxenus dan Pythagoras dikenal tangga nada anhemitonik sebagai tangga nada tradisional mereka, dibuktikan pada alat musik lyra. Pada era Pythagoras,  anhemitonik berkembang menjadi diatonis berdasarkan teoritetrachord 1 dan tetrachord 2 (Ammer, 2004:146).
Kemudian di era 1900an hingga sekarang, musik telah menjadi industri yang menggiurkan, banyak bermunculan grup-grup musik baik berupa band maupun grup vokalis, orkestra, lembaga-lembaga pendidikan musik, dan tentu saja perusahaan rekaman. Tidak hanya itu, musik menjadi sarana terapi, pendidikan, dan stimulan bagi pertumbuhan otak janin. Aristoteles menyatakan bahwa “musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism”.
 2.      Pengertian Musik
Jika kita memandang musik sebagai ilmu, maka kita patut mempertanyakan apakah musik itu? Istilah musik jika diambil dari bahasa Yunani adalah “Mousiké”, kemudian ditransformasikan melalui bahasa Latin menjadi “Musica”. Istilah ini merujuk kepada “ilmu mengaransemen melodi”.
Secara teknis, musik dibangun oleh beberapa unsur. Diantaranya adalah bunyi, yaitu getaran yang dapat ditangkap oleh organ telinga manusia, yang selanjutnya disebut “nada”.
Dave Benson kemudian menyebutkan, musik itu adalah getaran udara, dan udara adalah gas yang terdiri dari atom dan molekul, penambahan dan pengurangan tekanan terhadap molekul inilah yang menyebabkan adanya perbedaan getaran (dan diinterpretasikan sebagai bunyi, pen), dalam kondisi temperatur normal, molekul udara bergerak atau bergetar dengan kecepatan 450 sampai dengan 500 meter per detik.
Lantas, apakah dengan demikian segala sesuatu yang berbunyi dapat dikatakan sebagai musik?
Untuk menjawabnya, mari kita perhatikan unsur musik lainnya, yaitu durasi (note value, time), yaitu waktu yang dihabiskan dalam membunyikan nada, atau maksudnya “seberapa lama nada itu dibunyikan”. Ada nada yang dibunyikan sebentar, bahkan kurang dari satu detik, ada yang lebih, bahkan ada yang lebih lama lagi.
Unsur lainnya adalah harmoni,  pembahasan mengenai hal ini sebenarnya berada pada tingkat polifonik, termasuk pembahasan tingkat lanjutan, yaitu mengenai memainkan lebih dari satu nada dalam waktu bersamaan. Misalnya pada piano, sementara jari jempol membunyikan “do” jari tengah membunyikan “mi”. Antara nada mi dan do dikatakan harmonis jika pasangan nada tersebut terdengar nyaman di telinga – meski hal ini bersifat relatif, tergantung tingkat apresiasi pendengar, seringkali seseorang tidak nyaman dengan harmoni tersebut, tetapi orang lain merasa nyaman.
Boleh dikatakan bahwa harmonisasi adalah kesesuaian antara nada yang satu dengan yang lainnya. Lazimnya, kesesuaian dimaksud mengacu pada serangkaian nada dalam satu “keluarga”, yaitu antara nada yang satu dengan nada yang lainnya masih berada dalam satu  tangga nada yang sama. Selanjutnya paham ini mengalami perkembangan dan aturannya semakin melebar. Baik melodi soloduettriokwartet, dan seterusnya. Kesesuaian pemasangan nada ini akan berpengaruh pada kenyamanan pendengaran, keadaan inilah yang dikatakan harmonis. Sebaliknya,  pemasangan nada yang tidak sesuai berpengaruh pada ketidaknyamanan pendengaran (dissonant). Tetapi pada akhirnya hal tersebut tergantung pada bagaimana musisi menginginkannya, toh pada perkembangan selanjutnya,  nada-nadadissonatelah digunakan juga sejak era musik klasik terutama pada komposisi-komposisi Frederick Chopin hingga pada era jazz. Pada masa ini nada-nada dissonant begitu banyak digunakan sehingga menjadi ciri khas, akhirnya pada masa kini istilahdissonant jarang digunakan.
Dari sini penulis berpendapat bahwa pembicaraan musik harus dimulai dari tataran teknis, penulis memandang bahwa secara teknis, unsur utama dalam dunia musik adalah nada. Telah dikatakan bahwa nada adalah bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh getaran suatu benda, resonansi yang dihasilkan menimbulkan efek suasana pada hati seperti dikatakan Aristoteles.
Seorang musisi, secara teknis akan memahami perihal tangga nada beserta intervalnya. Musisi yang sudah terkenal sekalipun, akan mengacu pada aturan ini. Oleh karena itu, nada perlu dibicarakan sebagai peletak dasar pembahasan ini, meskipun agak masuk ke dalam tataran teknis, penulis akan berusaha menyampaikannya secara sederhana dan tuntas.
Selanjutnya, penulis akan membahas di seputar musik pentatonis, yang berarti akan berbicara  dua hal, yaitu pentatonis dengan pola pelog dan pentatonis dengan polaslendro. Juga akan membicarakan alat-alat musik yang menggunakan tangga nada pentatonis, selndro maupun pelog terkait penggunaannya di masyarakat. Tentu saja akan membahas pula tentang jenis-jenis kesenian yang berada di wilayah Banten serta keterkaitannya dengan alat musik dan tangga nada yang mereka gunakan.
Pembahasan sejarah musik pentatonis, baik dari segi nada, maupun alat musiknya, keterkaitan peradaban manusia dengan musik yang diproduksinya, telah banyak dibicarakan. Secara umum dinyatakan bahwa kemunculan musik bersamaan dengan kemunculan makhluk yang bernama manusia. Hal ini tentu akan berbicara juga di seputar timbul-tenggelamnya suatu peradaban, berdasarkan literatur, bukti-bukti sejarah baik dalam karya sastra lisan, tekstual, maupun artefak.
Dari sini, penulis mencoba membuka wacana baru, bahwa keterkaitan sejarah musik pentatonik dengan sejarah peradaban manusia sangat erat, sehingga bisa diasumsikan bahwa musik penatonik berasal dari suatu tempat yang terpusat, lalu menyebar ke seluruh belahan bumi menjadi musik tradisional di negeri-negeri lain di dunia, yang pada akhirnya berkembang menjadi musik klasik, dan menjadi musik moderen seperti yang kita nikmati sekarang.
0

Manusia dan Sastra

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna yang diberi akal dan pikiran untuk berhubungan dengan sekitarnya. Untuk saling berinteraksi dengan sesama, manusia membutuhkan suatu alat komunikasi, yaitu bahasa.
Dengan menggunakan bahasa juga, sesama manusia bisa saling bertukar informasi. Sebagai makhluk hidup yang mempunyai akal dan pikiran, manusia dapat berfikir mana yang baik dan mana yang buruk, dan juga dapat memperkaya ilmu pengetahuan.
Di dalam sastra, manusia juga berperan penting dalam membudayakan sebuah bahasa, dan tidak hanya bahasa saja, tapi sastra lain seperti drama dan teater. Diperlukan keahlian yang khusus untuk dapat memainkan peran yang baik menggunakan bahasa yang baik pula. Sastra juga termasuk seni yang bisa dikembangkan dengan baik oleh manusia yang berkreatif. Tanpa adanya manusia, sastra pun tidak akan pernah muncul, karena sastra berakar dari kepribadian seorang manusia itu sendiri.
Seperti contohnya, teater yang menceritakan tentang sebuah kisah, maka manusia dituntut untuk dapat memainkan peran yang diperagakan agar dapat terasa apa yang dicerikan itu, padahal cerita tersebut hanya karangan atau bahkan imajinasi dari pengarang . Tapi dengan adanya manusia yang memerankan peran yang dimaksud dengan menjiwai karekternya masing-masing, kita dapat merasakan dan juga ikut masuk ke dalam cerita tersebut.
PENGERTIAN SASTRA
Ada bermacam-macam perngertian sastra namun disini saya menjelaskan beberapa pengertian dari sastra yang pernah diungkapkan oleh banyak orang :
  • Sastra adalah seni berbahasa.
  • Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
  • Sastra adalah ekspresi pikiran (pandangan, ide, perasaan, pemikiran) dalam
  • bahasa.Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
  • Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona.
  • Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakainan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
PERANAN SASTRA
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Kesimpulan :
Keterkaitan antara sastra, manusia, dan masyarakat sangat jelas, Keterkaitan semuanya terdapat di dalam segala aspek. Karena bagaimanapun juga sastra dan kehidupan sama-sama membahas dan membicarakan tentang manusia dan masyarakat. Bagi sastra, masyarakat merupakan faktor terpenting. Sedangkan Masyarakat merupakan objek vital bagi ilmu sosial. Semua hal itu saling mempengaruhi sikap masing-masing. Ketikan sastra telah mengemukakan sesuatu yang benar dalam rekaannya, sedikit banyak akan mempengaruhi sikap sosial dan ketika sosialitas terus berkembang.
Antara sastra dan Perubahan sosial masyarakat tidak ada yang paling menonjol. Dua hal tersebut saling mendukung. Sastra bisa timbul karena perubahan sosial masyarakat, bisa juga perubahan sosial yang ada akibat dari penciptaan sebuah karya sastra.

Pengaruh Sikap dan Perilaku

Pengaruh Sikap dan Perilaku
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalampsikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi (sosial) hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya.
Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, prose terbentuknya sikap, maupun proses perubahannya. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikapuntuk mengetahui efek dan perannya baik sebagai variabel bebas.
Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk bahwa produk tersebut memiliki atributadalah akibat dari pengetahuan konsumen. Menurut Mowen dan Minor kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsmen mengenai suatu objek, atributnya, manfaatnya. Pengetahuan tersebut berguna dalam mengkomunikasikan suatu produk dan atributnya kepada konsumen. Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut tersebut. Berikut adalah
1.Sikap positif, negatif, netral.
2.Keyakinan sikap.
3.Sikap memiliki objek.
4.Konsistensi sikap.
5.Resistensi sikap.
Empat fungsi sikap yang bisa digunakan oleh pemasar sebagai metode untuk mengubahsikap konsumen terhadap produk dan atributnya menurut Daniel Katz antara lain :
1.Fungsi utilitarian.
2.Fungsi mempertahankan ego.
3.Fungsi ekspresi nilai.
4.Fungsi pengetahuan.
Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen adalahmodel multi atribut yang terdiri dari tiga model : the attittude toward-object model, the attittude toward-behavior model, dan the theory of reasoned-action model. Model ini menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model ini menekankan tingkat kepentingan yang diberikan kosumen kepada suatu atribut sebuah produk. Model sikap lainnya yang juga sering digunakan adalah model sikap angka ideal. Model ini memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk sekaligus memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasa suatu produk. Perbedaannya dengan model multi atribut adalah terletak pada pengukuran sikap menurut konsumen.
Komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atittude) yaitu :
  1. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu
  1. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
  1. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimanaperilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986). Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Fungsi-fungsi Sikap
Daniel Kazt mengklasifikasikan empat  fungsi sikap  yang utuh (total attitude) yaitu :
  1. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu
  1. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
  1. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimanaperilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986). Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Fungsi-fungsi Sikap
Daniel Kazt mengklasifikasikan empat  fungsi sikap yaitu :
  1. Fungsi Utilitarian
Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. Jika seseorang menyukai suatu produk apakah dia akan mengembangkan sebuah sikap positif terhadap produk tersebut.
  1. Fungsi Ekspresi Nilai
Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya.
  1. Fungsi Mempertahankan Ego
Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.
  1. Fungsi Pengetahuan
Melalui sikap yang ditunjukkan akan dapat diketahui bahwa dirinya memiliki pengetahuan yang cukup, yang banyak atau tidak tahu sama sekali mengenai objek sikap. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan sikap, yaitu :
  1. Pengaruh Keluarga
Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan sikap maupun perilaku. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat karena konsumen melakukan interaksi lebih intensif dibandingkan dengan lingkungan lain. Beberapa penelitian mengungkapkan sikap konsumen terhadap produk tertentu memiliki hubungan yang kuat dengan sikap orang tuanya terhadap produk tersebut.
  1. Pengalaman langsung
Pengalaman individu mengenai obyek sikap dari waktu ke waktu akan membentuk sikap tertentu pada individu.
  1. Kelompok teman sebaya (Peer Group Influences)
Teman sebaya punya peran yang cukup besar terutama bagi remaja dalam pembentukan sikap. Adanya kecenderungan untuk mendapatkan penerimaan dari teman-teman sebayanya, mendorong para remaja mudah dipengaruhi oleh kelompoknya dibandingkan sumber-sumber lainnya.
  1. Pemasaran langsung
Mulai banyaknya perusahaan yang menggunakan pemasaran langsung atas produk yang ditawarkan secara tidak langsung berpengaruh dalam pembentukan sikap konsumen.
  1. Kepribadian
Kepribadian individu memainkan peranan penting dalam pembentukan sikap.
  1. Tayangan Media Massa
Media massa ini sangat penting dalam pembentukan sikap, maka pemasar perlu mengetahui media apa yang biasanya dikonsumsi oleh pasar sasarannya dan melalui media tersebut dengan rancangan pesan yang tepat, sikap positif dapat dibentuk.
Memprediksi Perilaku Dengan Sikap
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kemampuan sikap dalam memprediksi perilaku, antara lain:
  1. Tingkat Keterlibatan Konsumen
Jika tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu obyek sikap tinggi (misalnya produk), maka perilakunya cenderung akan sesuai dengan sikapnya yang cenderung kuat.
  1. Pengukuran sikap
Jika pengukuran sikap valid dan reliabel dan mempunyai tingkat abstraksi yang sama dengan pengukuran perilaku serta dalam waktu yang relatif dekat atau bersamaan waktunya, maka sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku.
  1. Pengaruh orang lain
Orang lain yang mempunyai pengaruh kuat dalam kondisi tertentu dapat mempengaruhi sebuah sikap yang negatif menghasilkan perilaku yang positif. Contoh seorang anak tidak suka pada produk pakaian merek A, namun karena orang tua atau kakaknya mempengaruhinya untuk memlih dan membeli merek B, maka meskipun sikapnya positif terhadap merek A, namun perilakunya tidak positif.
  1. Faktor situasional
Kondisi yang mendesak dan situasi yang tidak mendukung (dalam kondisi berduka /sakit maupun gembira) seringkali menyebabkan sikap tidak dapat digunakan untuk memprediksi perilaku.
  1. Pengaruh merek lain
Merek lain yang lebih unggul dalam memberikan manfaat yang diharapkan seringkali mempengaruhi hubungan sikap dengan perilaku.  Konsumen bisa memilih merek lain karena setelah dipilih dan dirasakan ternyata sesuai dengan yang diharapkan konsumen.
  1. Kekuatan sikap
Sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku, ketika sikap tersebut sangat kuat ada pada konsumen.
Perubahan sikap dapat dilakukan melalui 5 (lima) strategi berikut :
  1. Mempengaruhi persepsi konsumen yang berkaitan dengan fungsi sikap yaitu fungsi manfaat, fungsi citra diri, fungsi nilai-nilai, fungsi pengetahuan. Agar terbentuk sikap positif pada konsumen, maka dalam mempromosikan produk sebaiknya pemasar memperhatikan aspek fungsi sikap.
  2. Menghubungkan produk dengan kelompok atau acara yang dikagumi
Sikap dihubungkan dengan sebagian atau berbagai golongan, peristiwa sosial, atau kegiatan amal tertentu.
  1. Memecahkan masalah dua sikap yang bertentangan
Para konsumen dapat diyakinkan bahwa sikap mereka yang negatif terhadap produk atau merek tertentu sebetulnya tidak bertentangan dengan dengan sikap yang lain, mereka dapat dibujuk untuk merubah penilaian mereka terhadap merek tersebut ( beralih dari sikap negatif ke sikap positif ).
  1. Mengubah komponen multi atribut
Untuk mengubah sikap konsumen pemasar menambah atribut pada produknya dengan melengkapi manfaat atau hal lain yang dapat meningkatkan keunggulan produknya.
  1. Mengubah keyakinan konsumen terhadap merek pesaing
Pemasar untuk mengubah sikap konsumennya dapat membandingkan produknya dibandingkan produk lain, dengan harapan agar konsumen berubah keyakinannya/ kepercayaannya terhadap merek pesaing.
SUMBER :