Kebudayaan Reog Ponorogo Dalam Pandangan Islam
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar
Disusun Oleh :
Ayu Aisah Wulandari 11213534
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2013/2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan kebudayaan-kebudayaan, yang masing-masing daerah memiliki ciri khas yang tidak sama dengan kebudayaan daerah lain, salah satunya adalah kebudayaan Reog Ponorogo yang unsur kebudayaannya masih sangat kental dan masih sangat terjaga, akan tetapi kebudayaan Reog Ponorogo banyak orang yang mengatakan bahwa kebudayaan tersebut banyak yang menyimpang dari ajaran-ajaran islam.
Dari masalah yang ada diatas saya akan menjabarkan agar kita dapat mengetahui sejarah lainnya Reog Ponorogo, asal-usul nama dari Reog Ponorogo serta kebudayaan-kebudayaan Reog Ponorogo yang menyimpang dari ajaran-ajaran islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana menjelaskan sejarah awal munculnya atau lahirnya kebudayaan Reog Ponorogo
1.2.2 Bagaimana menjelaskan kebudayaan-kebudayaan Reog Ponorogo apa saja yang menyimpang dari ajaran-ajaran islam.
1.2.1 Sejarah munculnya Kebudayaan Reog Ponorogo
Pada pertunjukan reog, musik terdiri dari ketuk, kempul, genggam, kenong, ketipung, angklung, dan salompret bergaung menyajikan nada salendro dan pelog. nada-nada yang dibawakan bernuansakan mistis, apa lagi ditambah aroma menyan.kemudian wajah-wajah sangar berpakaian hitam bertali kolor putih melilit dipinggang, menari sambil berteriak-teriak yang dikenal sebagai warok, mengitari pertunjukan. lalu singo barongpun muncul, penari mengangkat Barongan seberat 40-50 kg dengan digigit, menunjukan kekuatan supra natural ada pada penarinya. satu group Reog biasanya terdiri dari seorang: Warok Tua, beberapa Warok Muda, Pembarong (penari singa barong/ dadak merak) dan Penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwando dan beberapa penari pengiring lainnya, sehingga jumlah satu grup antara 20 hingga 30-an orang, sentral dari sebuah grup Reog adalah Para Warok dan Pembarongnya (penari singo barong/ dadak merak) menjadi warok tidaklah gampang, ia harus mampu menjalani menempaan fisik dan batin. tingkatan ilmu warok adalah mulai tingkat ilmu kanuragan sampai tingkat ilmu kebatinan.Warok muda biasanya baru menguasai ilmu kanuragan: yakni mengolah kekuatan fisik dengan berbagai laku tertentu seperti silat, pernafasan, puasa dan tirakat. sebagai tanda ia menjadi warok ia mempunyai senjata andalan berupa tali kolor putih yang besar (biasa di lilit kandi pinggang) yang mempunyai daya kekuatan. konon jaman dahulu ketika dua warok adu kesaktian dengan saling mencambukan kolornya ke tubuh lawannya. barang siapa yang berhasil menjatuhkan lawan dengan kolornya maka dia sebagai pemenang. padahal tali kolor tersebut jika disabetkan ke batu besar, akan pecah berkeping-keping. sedang warok tua, ilmunya sudah mumpuni, artinya sudah mengolah batin, sampai pada pengertian tentang filsafat kehidupan, yang sudah tidak mengandalkan kekuatan fisik/kanuragan. warok tua lebih arif, bijak dan menjadi tokoh sentral atau orang tua didaerahnya masing-masing yang disegani baik oleh penduduk maupun warok muda.warok sepuh di Ponegoro yang masih hidup saat ini mbah wo kucing di Sumoroto, mbah Kamituwo Welut (90), dan mbah Senen Kakuk (83), mbah Petil (85), dan Mbah Tobroni. akulturasi budaya yang cantik antara Hindu Budha dan Islam. sejak bethara katong itulah posisi warok sangat istimewa di kalangan masyarakat.
1.2.2 Kebudayaan Warok yang Menyimpang dari Ajaran Islam
Dirumah seorang Warok Raden Darwijanto. Mbah Darwi, demikianlah yang biasa disapa. Beberapa perangkat yang dijadikan alat kesaktian seperti keris, tombak dan sebagainya nyaris memenuhi ruang tamunya.sebagai seorang warok, mbah darwi pernah punya Gemblak hingga 5 orang tapi kini ia mengaku tidak punya lagi. seseorang diakui sebagai warok bila ia punya ilmu kanuragan atau ilmu kekebalan. agar kesaktian ini terjaga, warok harus jauh dari perempuan. sehingga untuk pemuas batin maka diperlukan gemblak. namun tidak sedikit pula warok yang membangun keluarga dengan beristri dan memiliki anak. tapi konon, perlahan dan pasti diyakini kesaktiannya akan berkurang. untuk mendapatkan gemblak, seorang warok harus melakukan peminangan terhadap orang tua calon gemblak dengan berbagai syarat. selayaknya meminang calon istri, biasanya gemblak dikontrak 2 tahun. setelah selesai warok akan memberi modal untuk masadepan si gemblak, seperti seekor sapi. namun kontrak bisa diperpanjang lagi tergantung pada bosan tidaknya sang warok. menurut mbah Darwi yang juga pengajar di sebuah SMP ini tidak setiap warok memelihara gemblak untuk kepentingan pemuas seks menyimpang. dirinya memperlakukan gemblak layaknya anak asuh. gemblak dipelihara dan mendapatkan pendidikan. karena itu juga umumnya orang tua calon gemblak tidak menolak jika putranya dilamar sang warok. apa lagi calon gemblak datang dari keluarga tidak mampu. kami juga menemui seorang mantan gemblak, sebut saja namanya Kumbang. ketika usianya masih belasan tahun, ia sudah dipinang yang bermakna penunjuk atau penuntun, seorang warok sejatinya bukanlah seorang yang sombong dan takabur. tapi warok merupakan sosok manusia teladan siap memberikan tuntutan dan pengajaran serta perlindungan tanpa pamrih kepada masyarakat. mengubah citra warok berarti juga mengubah keberadaan genblak, sesosok lelaki belia yang ganteng dan kemayu kini berganti dengan kehadiran penari jatil yang diperankan perempuan. merekalah yang menggantikan posisi gemblak dalam setiap pentas reog. dalam kesehariannya pun kini sudah sulit menemukan praktik gemblak. kalaupun ada mungkin tidak seintim dahulu. tidak gampang mengubah perilaku. buktinya puluhan tahun berlalu, kisah sumbang hubungan warok dengan gemblaknya masih bergaung. memang mengubah citra kesenian tidak semudah membalikantangan, karena reog mengakar dari sebuah tradisi. sebagai sebuah tontonan, reog tetap menarik dan menghibur. tanpa sang warok kesenian ini kehilangan makna, kendati sosok menyeramkan ini memiliki sisi kehidupan yang gelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar